Kadang terlintas dipikiranku,
Apa sebenarnya arti kehidupan
ini
sesungguhnya?Setiap manusia
tentunya memilki kehidupannya masing-
masing.Semuanya memiliki arti
kehidupan yang berbeda,Seperti kamu
dan aku tentu berbeda tentang
pengertian hidup.Berbeda manusia
berbeda pula arti kehidupan
seseorang dan setiap manusia juga
mempunyai jalan masing-masing
untuk hidup.hal inilah yang
menyebabkan setiap manusia
mempunyai pengertian hidup yang
berbeda.Ada
yang sadar dan ada pula yang
tidak menyadari apa sebenarnya
arti dari sebuah kehidupan yang sesungguhnya.Tidak ada
yang bisa menyangkal kalau
seseorang belum mengetahui akan
arti sebuah kehidupan yang sesungguhnya.Tentu semuanya
memerlukan proses.Dalam
proses inilah manusia mencari akan
arti dari sebuah kehidupan yang sesungguhnya.
Saat manusia menemukan arti
kehidupannya selanjutnya manusia
berpikir untuk apa arti kehidupan ini?
Begitu manusia menemukan untuk
apa arti kehidupan tersebut.berarti ia
telah menemukan jati diri yang
sesungguhnya.Terlintas
dibenakku ketika melihat seorang
kakek berjalan kaki dengan
penglihatan yang kurang sempurna
begitu semangatnya ia menggeluti
pekerjaan sebagai penjual keliling.
Rasa iba datang ketika melihat
kondisi tersebut akan tetapi
dibenakku begitu terinspirasi
akan pencarian arti dari sebuah kehidupan yang
sesungguhnya.Kemudian ada
lagi suatu cerita ketika yang
bertolak 180 derajat dari kisah
seorang kakek tadi.Seseorang yang
hidupnya berkecukupan,penuh
dengan kesenangan tiada derita
yang menghampirinya akan tetapi ia
tidak mempunyai arti kehidupan yang
sesungguhnya,Untuk apa arti
kehidupannya?Ia sendiri tidak pernah
menyadarinya.Kadang kita juga sering
kehilangan akan arti sebuah kehidupan yang
sesungguhnya.Tak sedikit pula orang
yang patah semangat,putus asa
dalam menjalani kehidupan.stress karena
tak mempunyai arah dan tujuan hidup.
Betapa pentingnya dalam diri
seseorang memahami akan arti
kehidupan yang sesungguhnya.Mungkin
diri kita akan terasa goyang saat
diterpa musibah.Kehilangan akan
sesuatu ataupun lainnya yang
menyebabkan diri terombang-ambing
dalam kehidupan.Seandainya kita
benar-benar memahami arti sebuah kehidupan
tentu kita akan benar-benar tegar
dalam menghadapi setiap gejolak
kehidupan.Sebagai manusia yang
beragama tentunya kita mempunyai
sandaran hidup akan keyakinan kita
terhadap tuhan.Kita bisa
menemukan arti kehidupan
sesungguhnya lewat agama yang
kita anut.Kita terus berpikir dan
mencari sampai pada titik yang
mempertemukan antara diri dengan
tuhan.Dengan begitu kita akan
sadar sejauh mana kita mengartikan
kehidupan ini.
Dan pada akhirnya tinggal
kita sendiri yang menyimpulkan Apa
arti kehidupan ini?Untuk Apa?Dan
Akan Dibawa Kemana Arah Kehidupan Kita Tersebut?
mungkin kita sebagai manusia akan
terus berpikir dan mencari. Maka
sempatkanlah diri anda untuk
berpikir dan terus mencari Arti
kehidupan ini.Kita boleh berbeda akan
pengertian arti kehidupan ini,tetapi kita jangan pernah sama-
sama terjerumus kedalam gejolak
kehidupan yang akan menyesatkan
diri kita sendiri.
Apa sebenarnya arti kehidupan
ini
sesungguhnya?Setiap manusia
tentunya memilki kehidupannya masing-
masing.Semuanya memiliki arti
kehidupan yang berbeda,Seperti kamu
dan aku tentu berbeda tentang
pengertian hidup.Berbeda manusia
berbeda pula arti kehidupan
seseorang dan setiap manusia juga
mempunyai jalan masing-masing
untuk hidup.hal inilah yang
menyebabkan setiap manusia
mempunyai pengertian hidup yang
berbeda.Ada
yang sadar dan ada pula yang
tidak menyadari apa sebenarnya
arti dari sebuah kehidupan yang sesungguhnya.Tidak ada
yang bisa menyangkal kalau
seseorang belum mengetahui akan
arti sebuah kehidupan yang sesungguhnya.Tentu semuanya
memerlukan proses.Dalam
proses inilah manusia mencari akan
arti dari sebuah kehidupan yang sesungguhnya.
Saat manusia menemukan arti
kehidupannya selanjutnya manusia
berpikir untuk apa arti kehidupan ini?
Begitu manusia menemukan untuk
apa arti kehidupan tersebut.berarti ia
telah menemukan jati diri yang
sesungguhnya.Terlintas
dibenakku ketika melihat seorang
kakek berjalan kaki dengan
penglihatan yang kurang sempurna
begitu semangatnya ia menggeluti
pekerjaan sebagai penjual keliling.
Rasa iba datang ketika melihat
kondisi tersebut akan tetapi
dibenakku begitu terinspirasi
akan pencarian arti dari sebuah kehidupan yang
sesungguhnya.Kemudian ada
lagi suatu cerita ketika yang
bertolak 180 derajat dari kisah
seorang kakek tadi.Seseorang yang
hidupnya berkecukupan,penuh
dengan kesenangan tiada derita
yang menghampirinya akan tetapi ia
tidak mempunyai arti kehidupan yang
sesungguhnya,Untuk apa arti
kehidupannya?Ia sendiri tidak pernah
menyadarinya.Kadang kita juga sering
kehilangan akan arti sebuah kehidupan yang
sesungguhnya.Tak sedikit pula orang
yang patah semangat,putus asa
dalam menjalani kehidupan.stress karena
tak mempunyai arah dan tujuan hidup.
Betapa pentingnya dalam diri
seseorang memahami akan arti
kehidupan yang sesungguhnya.Mungkin
diri kita akan terasa goyang saat
diterpa musibah.Kehilangan akan
sesuatu ataupun lainnya yang
menyebabkan diri terombang-ambing
dalam kehidupan.Seandainya kita
benar-benar memahami arti sebuah kehidupan
tentu kita akan benar-benar tegar
dalam menghadapi setiap gejolak
kehidupan.Sebagai manusia yang
beragama tentunya kita mempunyai
sandaran hidup akan keyakinan kita
terhadap tuhan.Kita bisa
menemukan arti kehidupan
sesungguhnya lewat agama yang
kita anut.Kita terus berpikir dan
mencari sampai pada titik yang
mempertemukan antara diri dengan
tuhan.Dengan begitu kita akan
sadar sejauh mana kita mengartikan
kehidupan ini.
Dan pada akhirnya tinggal
kita sendiri yang menyimpulkan Apa
arti kehidupan ini?Untuk Apa?Dan
Akan Dibawa Kemana Arah Kehidupan Kita Tersebut?
mungkin kita sebagai manusia akan
terus berpikir dan mencari. Maka
sempatkanlah diri anda untuk
berpikir dan terus mencari Arti
kehidupan ini.Kita boleh berbeda akan
pengertian arti kehidupan ini,tetapi kita jangan pernah sama-
sama terjerumus kedalam gejolak
kehidupan yang akan menyesatkan
diri kita sendiri.
“ARTI HIDUP” Dalam AL-QUR’AN
HIDUP ini sebuah misteri dan penuh rahasia! Manusia memiliki
keterbatasan dalam memahami makna hidup. Pada umumnya, manusia tidak
mengetahui banyak hal tentang sesuatu, yang mereka ketahui hanyalah
realitas yang nampak saja(Q.S 30: 6-7).
Tidak ada seorang pun yang tahu berapa lama ia akan hidup, di mana ia akan mati,(Q.S 31: 34) dalam keadaan apa ia akan mati, dan dengan cara apa ia akan mati, sebagian manusia menyangka bahwa hidup ini hanya satu kali dan setelah itu mati ditelan bumi. Mereka meragukan dan tidak percaya bahwa mereka akan dibangkitkan kembali setelah mati(Q.S An-Naml: 67).
Adapun mengenai kepercayaan adanya kehidupan setelah mati pandangannya sangat beragam tergantung pada agama dan kepercayaan yang dipeluk dan diyakini.
Islam menjelaskan makna hidup yang hakiki melalui perbandingan dua ayat yang sangat kontras, seperti dicontohkan di dalam Alquran. Seorang yang telah mati menurut mata lahir kita, bahkan telah terkubur ribuan tahun, jasadnya telah habis dimakan cacing dan belatung lalu kembali menjadi tanah, namanya sudah hampir dilupakan orang.
Tetapi yang mengherankan, Allah SWT memandangnya masih hidup dan mendapat rezeki di sisi-Nya serta melarang kepada kita menyebut mati kepada orang tersebut.
Hal ini dapat kita lihat dalam (Q.S 3: 169). “Janganlah kalian menyangka orang-orang yang gugur di jalan Allah itu telah mati, bahkan mereka itu hidup dan mendapat rezeki di sisi Allah.” Sebaliknya ada orang yang masih hidup menurut mata lahir kita, masih segar-bugar, masih bernapas, jantungnya masih berdetak, darahnya masih mengalir, matanya masih berkedip, tetapi justru Allah menganggapnya tidak ada dan telah mati, seperti disebutkan dalam firmannya
“Tidak sama orang yang hidup dengan orang yang sudah mati. Sesungguhnya Allah SWT mendengar orang yang dikehendaki-Nya, sedangkan kamu tidak bisa menjadikan orang-orang yang di dalam kubur bisa mendengar,” (QS Al-Fathir 22). Maksud ayat ini menjelaskan Nabi Muhammad tidak bisa memberi petunjuk kepada orang-orang musyrikin yang telah mati hatinya.
Dua ayat ini memberikan perbandingan yang terbalik, di satu sisi orang yang telah mati dianggap masih hidup, dan di sisi lain orang yang masih hidup dianggap telah mati. Lalu apa hakikat makna hidup menurut Islam?
Seorang filusuf Yunani Descartes pernah mendefinisikan, manusia ada dan dinyatakan hidup di dunia bila ia melakukan aktivitas berpikir. Kemudian Karl Marx menyatakan, manusia ada dan dinyatakan hidup jika manusia mampu berusaha untuk mengendalikan alam dalam rangka mempertahankan hidupnya. Sedangkan Islam menjelaskan manusia ada dan dianggap hidup jika ia telah melakukan aktivitas “jihad” seperti yang telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Q.S. Ali Imron: 169 di atas. Tentu saja jihad dalam pengertian yang sangat luas. Jihad dalam pengertian bukan hanya sebatas mengangkat senjata dalam peperangan saja, tetapi jihad dalam konteks berusaha mengisi hidup dengan karya dan kerja nyata. Jihad dalam arti berusaha memaksimalkan potensi diri agar hidup ini berarti dan bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Misalnya, seseorang yang berusaha mencari dan menemukan energi alternatif ketika orang sedang kesulitan BBM itu juga sudah dipandang jihad karena ia telah mampu memberikan manfaat kepada orang lain. Seseorang yang keluar dari sifat malas, kemudian bekerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, itu juga termasuk jihad karena ia telah mampu mengalahkan hawa nafsunya sendiri, dan bukankah ini jihad yang paling besar karena Rasulullah sendiri menyatakan bahwa jihad yang paling akbar adalah melawan hawa nafsu sendiri.
Hidup dalam pandangan Islam adalah kebermaknaan dalam kualitas secara berkesinambungan dari kehidupan dunia sampai akhirat, hidup yang penuh arti dan manfaat bagi lingkungan. Hidup seseorang dalam Islam diukur dengan seberapa besar ia melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai manusia hidup yang telah diatur oleh Dienull Islam. Ada dan tiadanya seseorang dalam Islam ditakar dengan seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh umat dengan kehadiran dirinya. Sebab Rasul pernah bersabda “Sebaik-baiknya manusia di antara kalian adalah yang paling banyak memberikan manfaat kepada orang lain. (Alhadis). Oleh karena itu, tiada dipandang berarti (dipandang hidup) ketika seseorang melupakan dan meninggalkan kewajiban-kewajiban yang telah diatur Islam.
Dengan demikian, seorang muslim dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas hidup sehingga eksistensinya bermakna dan bermanfaat di hadapan Allah SWT, yang pada akhirnya mencapai derajat Al-hayat Al-thoyyibah (hidup yang diliputi kebaikan). Untuk mencapai derajat tersebut maka setiap muslim diwajibkan beribadah, bekerja, berkarya berinovasi atau dengan kata lain beramal saleh. Sebab esensi hidup itu sendiri adalah bergerak (Al-Hayat) kehendak untuk mencipta (Al-Khoolik), dorongan untuk memberi yang terbaik (Al-Wahhaab) serta semangat untuk menjawab tantangan zaman (Al-Waajid).
Makna hidup yang dijabarkan Islam jauh lebih luas dan mendalam dari pada pengertian hidup yang dibeberkan Descartes dan Marx. Makna hidup dalam Islam bukan sekadar berpikir tentang realita, bukan sekadar berjuang untuk mempertahankan hidup, tetapi lebih dari itu memberikan pencerahan dan keyakinan bahwa. Hidup ini bukan sekali, tetapi hidup yang berkelanjutan, hidup yang melampaui batas usia manusia di bumi, hidup yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan sang Kholik. Setiap orang beriman harus meyakini bahwa setelah hidup di dunia ini ada kehidupan lain yang lebih baik, abadi dan lebih indah yaitu alam akhirat (Q.S. Adl-dluha: 4).
Setiap muslim yang aktif melakukan kerja nyata (amal saleh), Allah menjanjikan kualitas hidup yang lebih baik seperti dalam firmannya “Barang siapa yang melakukan amal saleh baik laki-laki maupun wanita dalam keadaan ia beriman, maka pasti akan kami hidupkan ia dengan al-hayat al-thoyibah (hidup yang berkualitas tinggi).” (Q.S. 16: 97). Ayat tersebut dengan jelas sekali menyatakan hubungan amal saleh dengan kualitas hidup seseorang.
Aktualisasi diri!
Salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah pengakuan dari komunitas manusia yang disebut masyarakat. Betapa menderitanya seseorang, sekalipun umpamanya ia seorang kaya raya, berkedudukan, mempunyai jabatan, namun masyarakat di sekitarnya tidak mengakui keberadaannya bahkan menganggapnya tidak ada, antara ada dan tiada dirinya tidak berpengaruh bagi masyarakat. Dan hal ini adalah sebuah fenomena yang terjadi pada masyarakat muslim. Terlebih rugi lagi jika keberadaan kita tidak diakui oleh Allah SWT, berarti alamat sebuah kemalangan yang akan menimpa. Ketika usia kita tidak menambah kebaikan terhadap amal-amal, ketika setiap amal perbuatan tidak menambah dekatnya diri dengan Sang Pencipta, berarti hidup kita sia-sia belaka. Allah menganggap kita sudah mati sekalipun kita masih hidup.
Oleh karena itu, seorang muslim “diwajibkan” untuk mengaktualisasikan dirinya dalam segenap karya nyata (amal saleh) dalam kehidupan. “Sekali berarti, kemudian mati” begitulah sebaris puisi yang diungkapkan penyair terkenal Chairil Anwar. Walaupun ia meninggal dalam keadaan masih muda dan telah lama dikubur di pemakaman Karet Jakarta, tetapi nama dan karya-karyanya masih hidup sampai sekarang. Kalau Chairil Anwar telah “berjihad” selama hidupnya di bidang sastra. Bagaimana dengan kita? Mari berjihad dengan amal saleh di bidang-bidang yang lain. Agar kita dipandang hidup oleh Allah SWT. Amin.***
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencurahkan potensi diri kita untuk orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita berbagi suka dan duka dengan orang yang kita sayangi.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita bisa mengenal orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita melayani setiap umat manusia.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencintai pasangan kita, orang tua kita, saudara, serta mengasihi sesama kita.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita belajar dan terus belajar tentang arti kehidupan.
Pertanyaan: Apa arti hidup?
Jawaban: Apakah arti hidup? Bagaimana saya dapat menemukan tujuan, pemenuhan dan kepuasan dalam hidup ini? Apakah saya memiliki potensi untuk mencapai sesuatu yang bermakna abadi?
Banyak orang tidak pernah berhenti mencari tahu apakah arti hidup itu. Mereka memandang ke belakang dan tidak mengerti mengapa relasi mereka berantakan dan mengapa mereka merasa begitu kosong walaupun mereka telah berhasil mencapai apa yang mereka cita-citakan.
Salah satu pemain baseball, yang namanya tercatat dalam Baseball Hall of Fame, ditanya apa yang dia harapkan orang lain bersedia beritahu kepadanya di masa ketika dia mulai bermain baseball. Dia menjawab, “Saya berharap orang akan memberitahu saya bahwa ketika kamu sampai di puncak, di sana tidak ada apa-apa.”
Banyak sasaran hidup ternyata kosong ,setelah dikejar dengan sia-sia bertahun-tahun lamanya.
Dalam masyarakan humanistik kita, orang mengejar banyak cita-cita, menganggap bahwa di dalamnya mereka akan mendapatkan makna. Beberapa cita-cita ini termasuk: kesuksesan bisnis, kekayaan, relasi yang baik, seks, hiburan, berbuat baik kepada orang lain, dan sebagainya.
Namun, orang-orang ini justru menceritakan, bahwa saat mereka mencapai impian mereka dalam mengumpulkan kekayaan, relasi dan kesenangan, di dalam diri mereka ada kekosongan yang dalam, perasaan kosong yang tidak dapat dipenuhi oleh apa pun.
Penulis kitab Pengkhotbah, Salomo, menjelaskan perasaan ini ketika dia mengatakan, “Kesia-siaan belaka, kesia-siaan belaka, … segala sesuatu adalah sia-sia.”
Salomo memiliki kekayaan yang tak terkira, hikmat kebijaksanaan yang melampaui orang-orang pada zamannya maupun zaman sekarang. Dia memiliki ratusan istri, istana dan taman yang menjadikan kerajaan-kerajaan lain cemburu. Makanan dan anggur terbaik, dan segala bentuk hiburan juga sudah ia miliki. Satu saat dia berkata, segala yang diinginkan hatinya telah dikejarnya. Namun kemudian dia menyimpulkan, “hidup di bawah matahari” (hidup dengan sikap sepertinya hidup itu hanyalah apa yang kita lihat dan rasakan) adalah kesia-siaan belaka.
Mengapa bisa ada kehampaan seperti ini? Karena Allah menciptakan kita untuk sesuatu yang melampaui apa yang bisa kita alami dalam dunia sekarang ini. Tentang Allah, Salomo berkata, “Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka …”
Dalam hati kita, senantiasa ada kesadaran bahwa dunia saat ini bukan segalanya.
Dalam kitab Kejadian, kitab pertama dalam Alkitab, kita memahami bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambarNya (Kejadian 1:26). Ini berarti kita lebih mirip dengan Allah daripada ciptaan-ciptaan lainnya.
Kita juga memahami bahwa sebelum manusia jatuh dalam dosa dan bumi dikutuk: (1) Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial (Kejadian 2:18-25); (2) Allah memberi manusia pekerjaan (Kejadian 2:15); (3) Allah memiliki persekutuan dengan manusia (Kejadian 3:8); dan (4) Allah memberi manusia kuasa atas bumi ini (Kejadian 1:26). Apakah arti semua ini?
Saya percaya bahwa Allah menginginkan semua ini menambah kepuasan dalam hidup kita, namun semua ini, khususnya persekutuan manusia dengan Allah, telah dirusak oleh kejatuhan manusia ke dalam dosa, dan juga oleh kutukan atas bumi ini (Kejadian 3).
Dalam kitab Wahyu, kitab terakhir dalam Alkitab, di bagian akhir dari banyak peristiwa yang terjadi pada zaman akhir, Allah mengungkapkan bahwa Dia akan menghancurkan langit dan bumi ini dan membawa kekekalan dengan menciptakan langit dan bumi yang baru. Pada waktu itu, Dia akan memulihkan persekutuan dengan orang-orang yang sudah ditebus.
Sebagian besar umat manusia akan dihukum dan dilemparkan ke dalam Lautan Api (Wahyu 20:11-15). Pada waktu ini kutukan atas bumi ini akan disingkirkan, dan tidak akan ada lagi dosa, kesusahan, penyakit, kematian, kesakitan, dll (Wahyu 21:4).
Orang percaya akan mewarisi segala sesuatu, Allah akan berdiam dengan mereka dan mereka akan menjadi anak-anakNya (Wahyu 21:7). Dengan demikian kita menggenapi siklus di mana Allah menciptakan kita untuk bersekutu dengan Dia, manusia jatuh dalam dosa dan memutuskan persekutuan itu; dalam kekekalan, Allah memulihkan hubungan itu secara penuh dengan orang-orang yang Dia pandang layak.
Hidup dalam dunia ini mendapatkan segala sesuatu hanya untuk mati dan terpisah dari Allah untuk selama-lamanya adalah lebih buruk dari kesia-siaan.
Namun, Allah telah membuat jalan di mana bukan saja kebahagiaan kekal dimungkinkan (Lukas 23:43), juga sekaligus agar hidup sekarang ini memuaskan dan berarti.
Sekarang, bagaimana kebahagiaan kekal dan “surga di bumi” ini bisa diperoleh?
Sebagaimana telah diindikasikan di atas: makna hidup, baik sekarang maupun dalam kekekalan, ditemukan dalam hubungan yang dipulihkan dengan Allah; hubungan yang telah lenyap ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa.
Hari ini, hubungan dengan Allah itu dimungkinkan hanya melalui AnakNya, Yesus Kristus (Kisah Rasul 4:12; Yohanes 14:6; 1:12). Hidup kekal diperoleh ketika seseorang menyesali dosa-dosanya (tidak mau lagi hidup dalam dosa namun ingin Kristus mengubah mereka dan menjadikan mereka pribadi-pribadi yang baru) dan mulai bergantung pada Yesus Kristus sebagai Juruselamat mereka (lihat pertanyaan: “Apa itu rencana keselamatan?” untuk informasi lebih lanjut tentang topik penting ini).
Arti hidup yang sebenarnya tidak ditemukan hanya dengan mengenal Yesus sebagai Juruselamat, seindah apapun hal itu. Ia ditemukan ketika orang mulai berjalan mengikuti Kristus sebagai muridNya, belajar dari Dia, menggunakan waktu bersama denganNya melalui Alkitab, bersekutu denganNya dalam doa, dan berjalan denganNya dalam ketaatan kepada perintah-perintahNya.
Jika Anda adalah orang yang belum percaya (atau baru percaya), Anda mungkin akan mengatakan kepada diri sendiri, “Sepertinya itu tidak terlalu menggairahkan atau menyenangkan untuk saya.” Tapi tolong baca lebih lanjut. Yesus membuat pernyataan-pernyataan ini:
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan" (Matius 11:28-30).
“Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10b).
"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Matius 16:24-25).
“Dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu” (Mazmur 37:4).
Apa yang dikatakan oleh ayat-ayat ini adalah bahwa kita memiliki pilihan. Kita bisa terus berusaha hidup menurut arah kita sendiri, yang sebagai hasilnya membuat kita hidup dalam kehidupan yang kosong. Atau, kita bisa memilih untuk mengikuti Allah dan rencanaNya bagi hidup kita. MengikutiNya dengan sepenuh hati, yang membuat hidup kita penuh, tercapainya cita-cita, dan sekaligus mendapatkan kepuasan karenanya.
Hal ini memungkinkan karena Pencipta mengasihi kita dan menghendaki yang terbaik bagi kita. Walau tidak selalu mudah, tapi yang justru paling memuaskan pada akhirnya.
Sebagai penutup, saya ingin membagikan sebuah perumpamaan yang saya pinjam dari seorang pendeta. Jika Anda penggemar olahraga dan memutuskan untuk pergi ke pertandingan profesional, Anda dapat membayar beberapa dollar, dan duduk di barisan paling atas di stadion, atau Anda membayar beberapa ratus dollar dan duduk dekat dengan lapangan pertandingan.
Demikian pula dengan hidup kekristenan. Menyaksikan Allah bekerja SECARA LANGSUNG bukanlah bagian dari “orang Kristen hari Minggu.” Menyaksikan Allah bekerja SECARA LANGSUNG diperuntukkan bagi murid-murid Kristus yang sepenuh hati, yang telah berhenti mengejar keinginan mereka sendiri dalam hidup ini, supaya mereka bisa terlibat dalam rencana Allah.
MEREKA telah membayar harga, ditandai dengan penyerahan penuh kepada Kristus dan kehendakNya, mereka menikmati hidup secara penuh; dan mereka bisa memandang diri sendiri, teman-teman mereka, dan Pencipta mereka tanpa ada penyesalan sedikit pun.
Sudahkah Anda membayar harga? Apakah Anda bersedia?
Jika ya, maka Anda tidak akan pernah kehilangan makna atau tujuan hidup lagi.
Tidak ada seorang pun yang tahu berapa lama ia akan hidup, di mana ia akan mati,(Q.S 31: 34) dalam keadaan apa ia akan mati, dan dengan cara apa ia akan mati, sebagian manusia menyangka bahwa hidup ini hanya satu kali dan setelah itu mati ditelan bumi. Mereka meragukan dan tidak percaya bahwa mereka akan dibangkitkan kembali setelah mati(Q.S An-Naml: 67).
Adapun mengenai kepercayaan adanya kehidupan setelah mati pandangannya sangat beragam tergantung pada agama dan kepercayaan yang dipeluk dan diyakini.
Islam menjelaskan makna hidup yang hakiki melalui perbandingan dua ayat yang sangat kontras, seperti dicontohkan di dalam Alquran. Seorang yang telah mati menurut mata lahir kita, bahkan telah terkubur ribuan tahun, jasadnya telah habis dimakan cacing dan belatung lalu kembali menjadi tanah, namanya sudah hampir dilupakan orang.
Tetapi yang mengherankan, Allah SWT memandangnya masih hidup dan mendapat rezeki di sisi-Nya serta melarang kepada kita menyebut mati kepada orang tersebut.
Hal ini dapat kita lihat dalam (Q.S 3: 169). “Janganlah kalian menyangka orang-orang yang gugur di jalan Allah itu telah mati, bahkan mereka itu hidup dan mendapat rezeki di sisi Allah.” Sebaliknya ada orang yang masih hidup menurut mata lahir kita, masih segar-bugar, masih bernapas, jantungnya masih berdetak, darahnya masih mengalir, matanya masih berkedip, tetapi justru Allah menganggapnya tidak ada dan telah mati, seperti disebutkan dalam firmannya
“Tidak sama orang yang hidup dengan orang yang sudah mati. Sesungguhnya Allah SWT mendengar orang yang dikehendaki-Nya, sedangkan kamu tidak bisa menjadikan orang-orang yang di dalam kubur bisa mendengar,” (QS Al-Fathir 22). Maksud ayat ini menjelaskan Nabi Muhammad tidak bisa memberi petunjuk kepada orang-orang musyrikin yang telah mati hatinya.
Dua ayat ini memberikan perbandingan yang terbalik, di satu sisi orang yang telah mati dianggap masih hidup, dan di sisi lain orang yang masih hidup dianggap telah mati. Lalu apa hakikat makna hidup menurut Islam?
Seorang filusuf Yunani Descartes pernah mendefinisikan, manusia ada dan dinyatakan hidup di dunia bila ia melakukan aktivitas berpikir. Kemudian Karl Marx menyatakan, manusia ada dan dinyatakan hidup jika manusia mampu berusaha untuk mengendalikan alam dalam rangka mempertahankan hidupnya. Sedangkan Islam menjelaskan manusia ada dan dianggap hidup jika ia telah melakukan aktivitas “jihad” seperti yang telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Q.S. Ali Imron: 169 di atas. Tentu saja jihad dalam pengertian yang sangat luas. Jihad dalam pengertian bukan hanya sebatas mengangkat senjata dalam peperangan saja, tetapi jihad dalam konteks berusaha mengisi hidup dengan karya dan kerja nyata. Jihad dalam arti berusaha memaksimalkan potensi diri agar hidup ini berarti dan bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Misalnya, seseorang yang berusaha mencari dan menemukan energi alternatif ketika orang sedang kesulitan BBM itu juga sudah dipandang jihad karena ia telah mampu memberikan manfaat kepada orang lain. Seseorang yang keluar dari sifat malas, kemudian bekerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, itu juga termasuk jihad karena ia telah mampu mengalahkan hawa nafsunya sendiri, dan bukankah ini jihad yang paling besar karena Rasulullah sendiri menyatakan bahwa jihad yang paling akbar adalah melawan hawa nafsu sendiri.
Hidup dalam pandangan Islam adalah kebermaknaan dalam kualitas secara berkesinambungan dari kehidupan dunia sampai akhirat, hidup yang penuh arti dan manfaat bagi lingkungan. Hidup seseorang dalam Islam diukur dengan seberapa besar ia melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai manusia hidup yang telah diatur oleh Dienull Islam. Ada dan tiadanya seseorang dalam Islam ditakar dengan seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh umat dengan kehadiran dirinya. Sebab Rasul pernah bersabda “Sebaik-baiknya manusia di antara kalian adalah yang paling banyak memberikan manfaat kepada orang lain. (Alhadis). Oleh karena itu, tiada dipandang berarti (dipandang hidup) ketika seseorang melupakan dan meninggalkan kewajiban-kewajiban yang telah diatur Islam.
Dengan demikian, seorang muslim dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas hidup sehingga eksistensinya bermakna dan bermanfaat di hadapan Allah SWT, yang pada akhirnya mencapai derajat Al-hayat Al-thoyyibah (hidup yang diliputi kebaikan). Untuk mencapai derajat tersebut maka setiap muslim diwajibkan beribadah, bekerja, berkarya berinovasi atau dengan kata lain beramal saleh. Sebab esensi hidup itu sendiri adalah bergerak (Al-Hayat) kehendak untuk mencipta (Al-Khoolik), dorongan untuk memberi yang terbaik (Al-Wahhaab) serta semangat untuk menjawab tantangan zaman (Al-Waajid).
Makna hidup yang dijabarkan Islam jauh lebih luas dan mendalam dari pada pengertian hidup yang dibeberkan Descartes dan Marx. Makna hidup dalam Islam bukan sekadar berpikir tentang realita, bukan sekadar berjuang untuk mempertahankan hidup, tetapi lebih dari itu memberikan pencerahan dan keyakinan bahwa. Hidup ini bukan sekali, tetapi hidup yang berkelanjutan, hidup yang melampaui batas usia manusia di bumi, hidup yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan sang Kholik. Setiap orang beriman harus meyakini bahwa setelah hidup di dunia ini ada kehidupan lain yang lebih baik, abadi dan lebih indah yaitu alam akhirat (Q.S. Adl-dluha: 4).
Setiap muslim yang aktif melakukan kerja nyata (amal saleh), Allah menjanjikan kualitas hidup yang lebih baik seperti dalam firmannya “Barang siapa yang melakukan amal saleh baik laki-laki maupun wanita dalam keadaan ia beriman, maka pasti akan kami hidupkan ia dengan al-hayat al-thoyibah (hidup yang berkualitas tinggi).” (Q.S. 16: 97). Ayat tersebut dengan jelas sekali menyatakan hubungan amal saleh dengan kualitas hidup seseorang.
Aktualisasi diri!
Salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah pengakuan dari komunitas manusia yang disebut masyarakat. Betapa menderitanya seseorang, sekalipun umpamanya ia seorang kaya raya, berkedudukan, mempunyai jabatan, namun masyarakat di sekitarnya tidak mengakui keberadaannya bahkan menganggapnya tidak ada, antara ada dan tiada dirinya tidak berpengaruh bagi masyarakat. Dan hal ini adalah sebuah fenomena yang terjadi pada masyarakat muslim. Terlebih rugi lagi jika keberadaan kita tidak diakui oleh Allah SWT, berarti alamat sebuah kemalangan yang akan menimpa. Ketika usia kita tidak menambah kebaikan terhadap amal-amal, ketika setiap amal perbuatan tidak menambah dekatnya diri dengan Sang Pencipta, berarti hidup kita sia-sia belaka. Allah menganggap kita sudah mati sekalipun kita masih hidup.
Oleh karena itu, seorang muslim “diwajibkan” untuk mengaktualisasikan dirinya dalam segenap karya nyata (amal saleh) dalam kehidupan. “Sekali berarti, kemudian mati” begitulah sebaris puisi yang diungkapkan penyair terkenal Chairil Anwar. Walaupun ia meninggal dalam keadaan masih muda dan telah lama dikubur di pemakaman Karet Jakarta, tetapi nama dan karya-karyanya masih hidup sampai sekarang. Kalau Chairil Anwar telah “berjihad” selama hidupnya di bidang sastra. Bagaimana dengan kita? Mari berjihad dengan amal saleh di bidang-bidang yang lain. Agar kita dipandang hidup oleh Allah SWT. Amin.***
Arti Kehidupan
Kehidupan bukanlah sekedar rutinitas.Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencurahkan potensi diri kita untuk orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita berbagi suka dan duka dengan orang yang kita sayangi.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita bisa mengenal orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita melayani setiap umat manusia.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencintai pasangan kita, orang tua kita, saudara, serta mengasihi sesama kita.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita belajar dan terus belajar tentang arti kehidupan.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita selalu mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa.
Apa arti hidup?
Pertanyaan: Apa arti hidup?
Jawaban: Apakah arti hidup? Bagaimana saya dapat menemukan tujuan, pemenuhan dan kepuasan dalam hidup ini? Apakah saya memiliki potensi untuk mencapai sesuatu yang bermakna abadi?
Banyak orang tidak pernah berhenti mencari tahu apakah arti hidup itu. Mereka memandang ke belakang dan tidak mengerti mengapa relasi mereka berantakan dan mengapa mereka merasa begitu kosong walaupun mereka telah berhasil mencapai apa yang mereka cita-citakan.
Salah satu pemain baseball, yang namanya tercatat dalam Baseball Hall of Fame, ditanya apa yang dia harapkan orang lain bersedia beritahu kepadanya di masa ketika dia mulai bermain baseball. Dia menjawab, “Saya berharap orang akan memberitahu saya bahwa ketika kamu sampai di puncak, di sana tidak ada apa-apa.”
Banyak sasaran hidup ternyata kosong ,setelah dikejar dengan sia-sia bertahun-tahun lamanya.
Dalam masyarakan humanistik kita, orang mengejar banyak cita-cita, menganggap bahwa di dalamnya mereka akan mendapatkan makna. Beberapa cita-cita ini termasuk: kesuksesan bisnis, kekayaan, relasi yang baik, seks, hiburan, berbuat baik kepada orang lain, dan sebagainya.
Namun, orang-orang ini justru menceritakan, bahwa saat mereka mencapai impian mereka dalam mengumpulkan kekayaan, relasi dan kesenangan, di dalam diri mereka ada kekosongan yang dalam, perasaan kosong yang tidak dapat dipenuhi oleh apa pun.
Penulis kitab Pengkhotbah, Salomo, menjelaskan perasaan ini ketika dia mengatakan, “Kesia-siaan belaka, kesia-siaan belaka, … segala sesuatu adalah sia-sia.”
Salomo memiliki kekayaan yang tak terkira, hikmat kebijaksanaan yang melampaui orang-orang pada zamannya maupun zaman sekarang. Dia memiliki ratusan istri, istana dan taman yang menjadikan kerajaan-kerajaan lain cemburu. Makanan dan anggur terbaik, dan segala bentuk hiburan juga sudah ia miliki. Satu saat dia berkata, segala yang diinginkan hatinya telah dikejarnya. Namun kemudian dia menyimpulkan, “hidup di bawah matahari” (hidup dengan sikap sepertinya hidup itu hanyalah apa yang kita lihat dan rasakan) adalah kesia-siaan belaka.
Mengapa bisa ada kehampaan seperti ini? Karena Allah menciptakan kita untuk sesuatu yang melampaui apa yang bisa kita alami dalam dunia sekarang ini. Tentang Allah, Salomo berkata, “Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka …”
Dalam hati kita, senantiasa ada kesadaran bahwa dunia saat ini bukan segalanya.
Dalam kitab Kejadian, kitab pertama dalam Alkitab, kita memahami bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambarNya (Kejadian 1:26). Ini berarti kita lebih mirip dengan Allah daripada ciptaan-ciptaan lainnya.
Kita juga memahami bahwa sebelum manusia jatuh dalam dosa dan bumi dikutuk: (1) Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial (Kejadian 2:18-25); (2) Allah memberi manusia pekerjaan (Kejadian 2:15); (3) Allah memiliki persekutuan dengan manusia (Kejadian 3:8); dan (4) Allah memberi manusia kuasa atas bumi ini (Kejadian 1:26). Apakah arti semua ini?
Saya percaya bahwa Allah menginginkan semua ini menambah kepuasan dalam hidup kita, namun semua ini, khususnya persekutuan manusia dengan Allah, telah dirusak oleh kejatuhan manusia ke dalam dosa, dan juga oleh kutukan atas bumi ini (Kejadian 3).
Dalam kitab Wahyu, kitab terakhir dalam Alkitab, di bagian akhir dari banyak peristiwa yang terjadi pada zaman akhir, Allah mengungkapkan bahwa Dia akan menghancurkan langit dan bumi ini dan membawa kekekalan dengan menciptakan langit dan bumi yang baru. Pada waktu itu, Dia akan memulihkan persekutuan dengan orang-orang yang sudah ditebus.
Sebagian besar umat manusia akan dihukum dan dilemparkan ke dalam Lautan Api (Wahyu 20:11-15). Pada waktu ini kutukan atas bumi ini akan disingkirkan, dan tidak akan ada lagi dosa, kesusahan, penyakit, kematian, kesakitan, dll (Wahyu 21:4).
Orang percaya akan mewarisi segala sesuatu, Allah akan berdiam dengan mereka dan mereka akan menjadi anak-anakNya (Wahyu 21:7). Dengan demikian kita menggenapi siklus di mana Allah menciptakan kita untuk bersekutu dengan Dia, manusia jatuh dalam dosa dan memutuskan persekutuan itu; dalam kekekalan, Allah memulihkan hubungan itu secara penuh dengan orang-orang yang Dia pandang layak.
Hidup dalam dunia ini mendapatkan segala sesuatu hanya untuk mati dan terpisah dari Allah untuk selama-lamanya adalah lebih buruk dari kesia-siaan.
Namun, Allah telah membuat jalan di mana bukan saja kebahagiaan kekal dimungkinkan (Lukas 23:43), juga sekaligus agar hidup sekarang ini memuaskan dan berarti.
Sekarang, bagaimana kebahagiaan kekal dan “surga di bumi” ini bisa diperoleh?
Sebagaimana telah diindikasikan di atas: makna hidup, baik sekarang maupun dalam kekekalan, ditemukan dalam hubungan yang dipulihkan dengan Allah; hubungan yang telah lenyap ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa.
Hari ini, hubungan dengan Allah itu dimungkinkan hanya melalui AnakNya, Yesus Kristus (Kisah Rasul 4:12; Yohanes 14:6; 1:12). Hidup kekal diperoleh ketika seseorang menyesali dosa-dosanya (tidak mau lagi hidup dalam dosa namun ingin Kristus mengubah mereka dan menjadikan mereka pribadi-pribadi yang baru) dan mulai bergantung pada Yesus Kristus sebagai Juruselamat mereka (lihat pertanyaan: “Apa itu rencana keselamatan?” untuk informasi lebih lanjut tentang topik penting ini).
Arti hidup yang sebenarnya tidak ditemukan hanya dengan mengenal Yesus sebagai Juruselamat, seindah apapun hal itu. Ia ditemukan ketika orang mulai berjalan mengikuti Kristus sebagai muridNya, belajar dari Dia, menggunakan waktu bersama denganNya melalui Alkitab, bersekutu denganNya dalam doa, dan berjalan denganNya dalam ketaatan kepada perintah-perintahNya.
Jika Anda adalah orang yang belum percaya (atau baru percaya), Anda mungkin akan mengatakan kepada diri sendiri, “Sepertinya itu tidak terlalu menggairahkan atau menyenangkan untuk saya.” Tapi tolong baca lebih lanjut. Yesus membuat pernyataan-pernyataan ini:
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan" (Matius 11:28-30).
“Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10b).
"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Matius 16:24-25).
“Dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu” (Mazmur 37:4).
Apa yang dikatakan oleh ayat-ayat ini adalah bahwa kita memiliki pilihan. Kita bisa terus berusaha hidup menurut arah kita sendiri, yang sebagai hasilnya membuat kita hidup dalam kehidupan yang kosong. Atau, kita bisa memilih untuk mengikuti Allah dan rencanaNya bagi hidup kita. MengikutiNya dengan sepenuh hati, yang membuat hidup kita penuh, tercapainya cita-cita, dan sekaligus mendapatkan kepuasan karenanya.
Hal ini memungkinkan karena Pencipta mengasihi kita dan menghendaki yang terbaik bagi kita. Walau tidak selalu mudah, tapi yang justru paling memuaskan pada akhirnya.
Sebagai penutup, saya ingin membagikan sebuah perumpamaan yang saya pinjam dari seorang pendeta. Jika Anda penggemar olahraga dan memutuskan untuk pergi ke pertandingan profesional, Anda dapat membayar beberapa dollar, dan duduk di barisan paling atas di stadion, atau Anda membayar beberapa ratus dollar dan duduk dekat dengan lapangan pertandingan.
Demikian pula dengan hidup kekristenan. Menyaksikan Allah bekerja SECARA LANGSUNG bukanlah bagian dari “orang Kristen hari Minggu.” Menyaksikan Allah bekerja SECARA LANGSUNG diperuntukkan bagi murid-murid Kristus yang sepenuh hati, yang telah berhenti mengejar keinginan mereka sendiri dalam hidup ini, supaya mereka bisa terlibat dalam rencana Allah.
MEREKA telah membayar harga, ditandai dengan penyerahan penuh kepada Kristus dan kehendakNya, mereka menikmati hidup secara penuh; dan mereka bisa memandang diri sendiri, teman-teman mereka, dan Pencipta mereka tanpa ada penyesalan sedikit pun.
Sudahkah Anda membayar harga? Apakah Anda bersedia?
Jika ya, maka Anda tidak akan pernah kehilangan makna atau tujuan hidup lagi.
Mencari Makna Hidup Agar Hidup Lebih Bermakna
Mencari Makna Hidup

Mencari makna hidup adalah salah bahasan penting yang sering disampaikan oleh para pembicara motivasi. Bahkan mereka begitu menekankan bagaimana pentingnya mengetahui makna hidup. Sebab dengan memahami makna hidup itulah kita bisa menjalani hidup yang lebih bermakna dan lebih termotivasi. Kemudian, ada sesi pelatihan yang membimbing kita untuk menemukan makna hidup kita.
Adakah yang salah?
Begini: hidup kita di dunia akan menentukan hidup kita di akhirat. Artinya kita tidak bisa sembarangan menentukan makna hidup berdasarkan konsep yang tidak jelas asalnya. Jika kita salah memaknai hidup ini, kemudian kita hidup berdasarkan makna yang salah, maka sudah bisa ditebak kearah mana kita akan hidup. Bagaimana nanti kita di akhirat?
Mencari makna hidup adalah hal yang serius, bukan main-main. Tidak ada pemikiran parsial yang membedakan urusan dunia dan urusan akhirat. Hidup dunia justru menjadi penentu bagaimana hidup kita di akhirat.
Mungkin dengan metode-metode mutakhir, kita akan menemukan berbagai metode menemukan makna hidup atau tujuan hidup. Kemudian, hal ini memberdayakan hidup kita, menjadi lebih sukses di dunia. Namun, kesuksesan dunia tidak ada artinya jika di akhirat menjadi manusia yang gagal.
Dengan demikian, mencari makna hidup adalah titik kritis yang tidak boleh salah. Ini akan menentukan hidup Anda baik di dunia dan di akhirat. Ulama besar, Muhammad Al Ghazali, pernah berkata bahwa pemahaman hidup yang dangkal adalah sebuah tindak ‘kriminal’ yang keji.
Mencari Makna Hidup Yang Benar
Untuk menemukan makna hidup yang benar, maka kita perlu merujuk ke rujukan yang dijamin kebenarannya yang tiada lain adalah Al Quran yang merupakan firman Allah Yang Menghidupkan semua manusia. Tentu saja, Allah Subhaanahu Wa Ta’ala yang paling mengetahui tentang hidup kita termasuk makna hidup kita.Bolehkan kita mencari makna hidup dibawah bimbingan motivator? Tentu saja boleh, jika motivator tersebut merujuk pula kepada Al Quran dan hadits. Jika rujukannya bukan Al Quran dan Hadits, maka kita perlu memikirkannya lagi.
Adakah kebenaran universal? Ya, tentu saja. Kebenaran universal itu Al Quran sendiri. Hanya saja, ada orang-orang yang tidak mau mengikuti kebenaran Al Quran sehingga membuat “kebenaran baru” yang mereka terima. Ini masalah iman, perbedaan antara orang yang beriman dan tidak. Jika Anda orang yang beriman, tentu Anda akan menerima dengan sepenuh hati bahwa Al Quran adalah sumber kebenaran sejati, bukan yang lain.
Untuk itu, dalam mencari makna hidup, kita harus bertanya: “apa itu hidup menurut Al Quran?”. Silahkan baca dan gali Al Quran. Silahkan meminta bimbingan ulama yang memahami tafsir Al Quran. Silahkan baca tafsir-tafsir Al Quran yang ditulis oleh ulama terpercaya.
Lalu Apa Makna Hidup Menurut Al Quran?
Sekali lagi, Anda bisa mendalami Al Quran untuk menemukan makna hidup yang sebenarnya. Berikut adalah beberapa pemahaman inti tentang makna hidup menurut Al Quran.Pertama: Hidup Adalah Ibadah
Pada intinya, arti hidup dalam Islam ialah ibadah. Keberadaan kita dunia ini tiada lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Makna ibadah yang dimaksud tentu saja pengertian ibadah yang benar, bukan berarti hanya shalat, puasa, zakat, dan haji saja, tetapi ibadah dalam setiap aspek kehidupan kita.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS Adz Dzaariyaat:56)
Kedua: Hidup Adalah Ujian
Allah berfirman dalam QS Al Mulk [67] : 2 yang terjemahnya,
”(ALLAH) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Allah akan menguji manusia melalui hal-hal sebagai berikut sesuai dengan QS Al Baqarah [2]:155-156 sbb,
“dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.”
Ketiga: Kehidupan di Akhirat Lebih Baik dibanding Kehidupan di Dunia
Dalam QS Ali ‘Imran [3]:14, “ dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).“
QS Adh Dhuha [93]:4, “dan sesungguhnya hari kemudian (akhirat) itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan).”
Keempat: Hidup Adalah Sementara
Dalam QS Al Mu’min [40]:39, Allah berfirman, “Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.“
Dalam QS Al Anbiyaa [21]:35, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.“
Agar Hidup Lebih Bermakna
Setelah Anda memahami makna hidup, maka langkah selanjutnya ialah menyelaraskan hidup dengan makna hidup tersebut. Inilah yang akan menjadikan hidup kita lebih bermakna. Jika kita salah memaknai hidup, maka apa makna yang bisa kita dapatkan dari hidup ini?Menyelaraskan hidup dengan makna hidup diatas diantaranya dengan cara:
- Jika hidup itu adalah ibadah, maka pastikan semua aktivitas kita adalah ibadah. Caranya ialah pertama selalu meniatkan aktivitas kita untuk ibadah serta memperbaharuinya setiap saat karena bisa berubah. Kedua, pastikan apa yang kita lakukan sesuai dengan tuntunan (ibadah mahdhah) dan tidak dilarang oleh syariat (ghair mahdhah).
- Jika hidup itu adalah ujian, maka tidak ada cara lain menyelaraskan hidup kita, yaitu menjalani hidup dengan penuh kesabaran.
- Jika kehidupan akhirat itu lebih baik, maka kita harus memprioritaskan kehidupan akhirat. Bukan berarti meninggalkan kehidupan dunia, tetapi menjadikan kehidupan dunia sebagai bekal menuju akhirat.
- Jika hidup ini adalah sementara, maka perlu kesungguhan (ihsan) dalam beramal. Tidak ada lagi santai, mengandai-ngandai, panjangan angan-angan apalagi malas karena kita tidak hidup ini tidak selamanya. Bergeraklah sekarang, bertindaklah sekarang, dan berlomba-lombalah dalam kebaikan.
